Thursday, September 9, 2010

Chapter 1

*Prolog*

Negeri Gajah Putih adalah sebuah kerajaan yang makmur, kaya, dan permai. Rakyat hidup dalam kesejahteraan di bawah pimpinan rajanya yang adil dan bijaksana. Sang Raja memerintah ditemani permaisuri yang amat dicintainya. Semuanya berlangsung dengan baik sampai suatu kerajaan dari seberang lautan hendak menyerang Negeri Gajah Putih. Sang Raja yang mengetahui hal itu pun segera mengambil tindakan. Ia akan pergi ke kerajaan itu untuk menjalin hubungan diplomasi sehingga perang pun dapat dihindari. Sebelum berangkat, Sang Raja tak lupa menitipkan Ratu dan rakyatnya kepada panglima kepercayaannya sementara itu sang perdana menteri ikut pergi bersama raja.

"Panglimaku, aku pergi dulu. Selama aku pergi, tolong jaga ratuku dan rakyat negeri ini baik-baik. Bantulah sang ratu dalam memerintah. Kau telah lama mengabdi untuk kerajaan ini jadi kau pasti lebih bijak dan ahli dalam mengambil keputusan. Sampai aku kembali, segala tanggung jawab kupercayakan kepadamu dan laksanakanlah tugasmu dengan baik, " perintah Sang Raja kepada sang panglima.

"Baik, Yang Mulia. Akan saya laksanakan dengan baik," jawabnya.

Setelah berkata demikian Sang Raja pun berbalik kepadaku. Ia pun berkata, "Ratuku, aku akan pergi untuk sementara waktu tapi aku pasti akan kembali. Sungguh berat bagiku meninggalkanmu tapi inilah yang terbaik untuk kerajaan ini. Cintaku menyertaimu selalu sampai kapanpun.. Aku mencintaimu.” Setelah berkata demikian ia pun mengecup keningku dan menatapku dalam. Tatapan penuh cinta dan kesedihan akan perpisahan ini.

“Aku mencintaimu juga. Akan kutunggu kau sampai kapanpun..,” jawabku. Kutatap matanya juga dan kuulurkan lenganku, memeluknya dengan erat sebelum perpisahan panjang yang menyedihkan ini.

-;-

Sudah 2 bulan sejak Sang Raja meninggalkan kerajaan ini. Aku merasa kesepian, bahkan sejak hari pertama ia pergi. Bisa dibilang sejak raja meminangku untuk menjadi permaisurinya, aku tak pernah lagi bertemu teman-temanku. Singkat kata, di dalam istana ini aku tak punya seorang pun yang bisa kupanggil teman. Semua orang di sini begitu menghormatiku karena akulah sang ratu negeri ini. Tapi keramahan itu tak lebih dari sebuah keharusan dan formalitas belaka. Yah, aku memang bukan berasal dari keluarga bangsawan dan kenyataan bahwa raja memilihku menjadi permaisurinya adalah suatu hal yang cukup mengejutkan. Meskipun awalnya aku merasa canggung berada di sini, akhirnya aku mulai terbiasa dengan keadaan ini. Aku senang bila Raja berada di dekatku. Aku tahu dia sungguh mencintaiku dan berada di dekatnya aku merasa aman dan terlindungi. Tapi kini ia tak ada di sini. Aku bosan..dan kesepian…

Siang ini kuhabiskan dengan berjalan-jalan di taman kerajaan. Aku memang bukanlah seorang penggemar tanaman, tapi aku adalah seorang pengagum keindahan. Bunga-bunga di sini tumbuh dan terawat dengan indahnya. Melihat pemandangan ini ternyata dapat memperbaiki perasaanku. Lelah berjalan-jalan, aku pun kembali ke kamarku dan aku pun tertidur.

Ketika malam tiba, seorang pelayan membangunkanku untuk makan malam. Aku pun bergegas ke ruang makan. Di sana telah dihidangkan berbagai macam masakan yang kelihatan enak dan menggiurkan. Ah telah 3 bulan sejak aku tinggal di istana ini, tetapi bagiku yang biasa hidup sederhana makanan yang berlimpah ini masih menjadi hal yang terasa sangat mewah bagiku. Aku pun makan sampai perutku kenyang.

Setelah makan malam, sang panglima datang menghadapku.

“Yang Mulia Ratu, kami baru saja menerima kabar dari Baginda Raja. Kabarnya ia telah tiba dengan selamat di negeri seberang.”

“Baiklah kalau begitu. Sekarang kau boleh pergi..” perintahku. Namun ia tak beranjak dari tempatnya.

“Yang Mulia.. Ada yang ingin saya sampaikan..” katanya lagi.

“Apa? Katakanlah..” kataku.

“Akhir-akhir ini saya melihat Yang Mulia kurang bersemangat. Apa ada hal yang kurang berkenan di hati Yang Mulia? Saya dan para pelayan mengkhawatirkan kondisi Yang Mulia..”

Mendengar perkataan sang panglima itu aku pun tertegun. Tak kusadari pipiku merona. Ternyata ada juga yang memperhatikan kondisiku.

“Tidak ada apa-apa..” jawabku. “Semuanya baik.”

“Benarkah?” ia balik bertanya. Belum sempat aku menjawab, ia berkata lagi, “Jika ada masalah bicarakan saja dengan saya. Mungkin saya bisa membantu… Maafkan atas kelancangan hamba, Yang Mulia..”

Lancang, katanya? Sungguh tidak.. Aku senang ternyata ada yang mau jadi teman bicaraku di istana ini. Mendengar perkataannya aku pun tersenyum.

“Baiklah. Jika ada masalah akan kubicarakan denganmu..” kataku, “sekarang kau boleh pergi. Pergilah!...”

“Baik, Yang Mulia.”

Ia pun memberi hormat dan berlalu.

Malam itu aku pun tidur dengan nyenyak dan bermimpi indah. Mimpi yang sebenarnya tak dapat kuingat isinya tapi aku hanya tahu saja bahwa mimpi itu indah.

-;-

Keesokan harinya aku bangun dengan suasana hati yang baik. Aku memutuskan bahwa hari ini aku akan berjalan-jalan di kota untuk mengamati keadaan rakyatku. Aku sudah menjadi ratu negeri ini jadi sebaiknya kulakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang ratu.

Seusai makan pagi, aku memanggil panglimaku. Ia pun segera datang menghadapku.

“Yang Mulia, ada apa memanggil hamba kemari?”

“Apakah kau sedang ada pekerjaan?” tanyaku.

“Tidak..” jawabnya singkat.

“Baiklah. Kalau begitu temani aku berjalan-jalan di kota. Aku ingin melihat keadaan penduduk.”

Mendengar perkataanku ia nampak agak terkejut. Ia terdiam sesaat namun akhirnya mengabulkan permintaanku.

“Baik, Yang Mulia. Akan saya siapkan gajah Yang Mulia,” katanya. “Hamba mohon diri dari hadapan Yang Mulia..”

“Baiklah. Sekarang pergilah!” kataku lagi.

Gajah telah siap dan aku pun berangkat. Sesampainya di kota semua orang memberi hormat kepadaku. Aku merasakan sensasi aneh atas penghormatan ini. Entah rasa malu, canggung, atau terkejut. Ah, mungkin inilah rasanya menjadi seorang ratu, pikirku.

Aku pun terus berjalan, mengelilingi seluruh kota sambil menyapa setiap penduduk yang kulewati. Mereka berada di pinggir jalan, menundukkan kepala dan memberi hormat. Melihat orang-orang itu aku teringat saat aku masih menjadi salah satu di antara mereka. Memberi hormat pada Sang Raja yang lewat sambil sesekali berusaha melihat wajah Sang Raja yang terhalang silaunya mentari.

Sementara aku duduk di atas gajah dan memandang sekeliling dari atas, sang panglima berjalan di sebelahku sambil mengendalikan jalannya gajah. Aku menatapnya dari atas lalu tersenyum. Ah, di dekatnya ternyata aku juga merasa aman…

-;-

Author’s note:

Ah akhirnya gw update juga chapter pertama ini. Paragraf pertama ini maksa banget.. Semoga kalian senang dan menikmatinya. Ini baru permulaannya dan kelanjutannya akan dibuat oleh vavachala yang lain. Maaf kalo bahasanya agak aneh dan progress ceritanya lambat. Nantikan terus kelanjutannya ya~:D

5 comments:

  1. ah,,,, so sweet banget....
    eh tapi bukannya si panglima itu dianggep jadi bapaknya ya? ah bingung haha

    ReplyDelete
  2. LOL
    emangnya 'panglima'nya lu... kkkkinikan panglima yang lain

    ReplyDelete
  3. AHHAHAHAHAH!!! NOPAIIII...!!! HAHAH

    ceritanya bagus kok nyang :)))

    ReplyDelete
  4. auuuu bagaimanaaa ya???
    *makin curiga*
    vanya pencerita yg baik yah, sebagai penguasa fufufu

    ReplyDelete